Manusia paling arogan
Orang paling arogan adalah orang yang mensimplifikasi kegagalan seseorang hanya disebabkan karena enggan bekerja keras.
Ini bukan justifikasi seseorang untuk tiap hari boleh rebahan. Namun untuk membantah thesis life is choice.
Mari kita berfikir sejenak, mengapa seorang anak yang juara kelas bisa mengalahkan yang lain dan seringkali terus menjadi juara.
Apakah gizi yang diberikan kepada tiap anak sama? Apakah keunggulan genetik yang diberikan dari orang tua juga dimiliki semua anak?
Dan apakah konsistensi menjadi juara kelas tidak didukung oleh sistem?
Pada sebuah penelitian, dalam membentuk habit seseorang diperlukan umpan balik dari habit yang telah diusahakan. Misal pada kasus anak anak tadi, hanya si anak yang juara kelas yang mendapat umpan balik dipuja puji menjadi juara kelas sehingga mendapatkan keyakinan bahwa belajarnya benar benar berhasil. Lalu dia punya kepercayaan diri untuk terus belajar.
Sementara lainnya terus saja berputus asa karena tak pernah merasakan manisnya pujian hasil belajar.
Contoh terakhir, Bill Gates mungkin adalah orang bertalenta, namun apakah nasibnya akan sama jika terlahir sama dengan saya, lahir di pulau kecil diujung utara Indonesia dan berdekatan dengan samudera Pasifik.
Manusia pada dasarnya tidak ada yang setara. Tiap orang lahir dengan latar belakang keluarga yang berbeda, genetik yang berbeda, bakat yang berbeda, dan penyakit bawaan yang berbeda beda.
Untuk itu sebagai mahluk sosial alangkah baiknya untuk berempati terhadap nasib seseorang. Tidak perlu menghakimi kegagalan seseorang hanya karena terlihat kurang bekerja keras.
Dan sebagai individu teruslah berusaha tanpa lupa untuk berserah. Karena yakinlah tidak semua hal didunia ini berada dalam kendali kita.
Comments
Post a Comment