Demokratisasi Ilmu Pengetahuan

Pada sekitar abad ke 9 imam Bukhari berkeliling jazirah Arab untuk mengumpulkan hadist. Beliau menemui orang orang yang pernah mendengar perkataan rosul, memverifikasi kebenarannya, kamudian beliau baru menuliskannya kedalam kitab shahih Bukhari. 

Pada saat itu, kitab tersebut tidak dengan mudah di perbanyak. Seorang juru tulis perlu menulis ulang dengan tangan, media yang digunakan juga masih sangat langka. Dan yang paling berat adalah pendapatan, imam Bukhari tentu saja tidak mendapatkan sepeser pun dari kitab yang beliau buat. Memastikan bahwa tidak ada keuntungan finansial dari menulis pada saat itu.

Berbeda dengan pada masa itu. Saat ini buku relatif mudah di cari. Dan yang paling menggembirakan adalah internet. Bermodalkan kuota, setiap orang bisa belajar banyak sekali. Seorang anak di afrika bisa mendaftar kursus kebijakan moneter dari universitas universitas ivy league secara gratis lewat aplikasi edex misalnya.

Dari internet ini, muncul banyak ahli ahli baru tanpa gelar akademis. Biaya pendidikan pun jadi lebih terjangkau. 

Namun ini bukan diberikan cuma cuma. Internet tetap memiliki dampak negatif terhadap ilmu pengetahuan. Tidak adanya legitimasi dari lembaga pendidikan terhadap kemampuan akademis seseorang yang ditandai dengan gelar, membuat banyak orang yang tidak benar benar paham suatu kasus namun mereka seringkali tetap bersuara di media sosial. Memunculkan missinformasi di ruang ruang publik.

Untuk inilah pentingnya bersuara. Orang orang yang benar benar paham akan suatu isu seharusnya tidak perlu untuk mengekang ilmunya untuk diri sendiri. Ikutilah diskusi diskusi yang ada di media sosial. Luruskanlah jika ada yang salah. Demokrasi bukan tempat bagi warga yang bungkam.


Comments

Popular posts from this blog

Rekomendasi Brand Lokal Cowok

Sayur Sayuran yang Cocok untuk Berkebun di Rumah

Era Akhir Nasionalisme