Sudahkah kita Memiliki Negara?

Setiap orang pada masa kejayaan kerajaan wajib menyerahkan upeti kepada raja. Pada masa kejayaan Mesopotamia, upeti diberikan dalam bentuk benda, bisa berupa hewan ternak, atau logam mulia. Upeti menjadi sebuah kontrak antara rakyat dan kerajaan. Ketika seseorang membayar upeti, maka ia merupakan bagian dari suatu kerajaan dan wajib dilindungi oleh tentara ketika ada serangan dari bangsa lain. Kerajaan dlsendiri dibiayai oleh upeti tersebut.

Seiiring digunakannya uang sebagai laat tukar. Benda pada upeti diganti dengan uang, kita mengenalnya dengan istilah pajak. Namun masih ada permasalahan yang mendasar, raja yang berkuasa secara absolut dapat mengatur seberapa besar nilai pajak dan penggunaan hasil pajak dengan semena mena. 

Masalah ini memuncak pada pemerintahan Louis XVI di kerajaan Prancis. Raja yang serakah menggunakan harta kerajaan yang didapat dari hasil pajak hanya untuk kesenangan pribadi, khususnya istri dan bangsawan bangsawannya. 

Revolusi pun pecah. Raja dipasung oleh rakyat yang marah menggunakan guillotine ditengah tengah keramain Lapangan revolusi (Place de la Revolution). Kerajaan lalu berganti menjadi republik. Republik sendiri berasal dari kata res publik yang artinya oleh rakyat. Rakyat akhirnya menjadi pemilik kekuasaan atas sebuah negara bangsa (nation state). Artinya setiap orang dari bangsa tersebut memiliki negara dengan porsi yang sama sebasar apa pun pajak yang dia bayar, seberapa tinggi posisinya dalam politik atau masyarakat. Presiden memimpin negara dan dikontrol oleh parlemen yang keduanya dipilih oleh rakyat. 

Bagaimana dengan pajaknya? Pajak tidak lagi digunakan untuk memakmurkan raja dan para bangsawan, selaku pemilik sebuah negara, pajak lalu digunakan untuk memakmurkan rakyat. 

Bagaimana kondisi di Indonesia.

Apakah pajak digunakan untuk kepentingan rakyat secara adil?

Pertama yang patut kita soroti adalah penerimaan pajak. Penerimaan pajak negara hanya 11 persen dari GDP yang artinya hampir cuma setengah dari potensinya. Terendah di Asia tenggara. Wajar saja, kita semua tahu, politisi politisi konglomerat kita seperti adalah orang orang yang terbiasa masuk dalam daftar daftar pengemplang pajak yang biasanya dibongkar oleh aliansi jurnalis seperti pada kasus panama paper.


Comments

Popular posts from this blog

Rekomendasi Brand Lokal Cowok

Sayur Sayuran yang Cocok untuk Berkebun di Rumah

Era Akhir Nasionalisme