Agama sebagai kompas moral.

Tumbuh dewasa mengubah banyak pandangan saya dalam hidup. Di era informasi ini, kebenaran bukan merupakan sesuatu yang valid. Banyak sekali hal hal yang dulu saya percayai menjadi salah atau abu abu. Dan saya rasa bukan saya saja yang merasa demikian.

Dulu saya percaya bahwa komunis sama dengan atheis. Ternyata ini tidak sepenuhnya benar, nyatanya tokoh seperti Tjokroaminoto di Islam,  Dan Gustavo Gutierrez di Katholik adalah orang orang yang memahami ajaran agama masing masing sejalan dengan komunisme. Dan yang jelas mereka juga belum tentu benar. Komunisme adalah kata yang muncul kurang dari 1000tahun yang lalu. Kata komunis tidak ada ketika kemunculan Islam dan Kristen.

Dulu juga saya percaya bahwa nasionalisme adalah hal yang baik. Apa yang salah dengan mencintai negara?

Namun di era dimana kesehatan mental mulai diperhatikan, data mengatakan bahwa negara negara Asia timur yang ultra nasionalis memiliki masalah besar dengan kesehatan mental warganya. Cina, Korea Selatan, Rusia dan Jepang adalah negara negara yang memiliki angka bunuh diri yang cukup tinggi. Nasionalisme menuntut kompetisi dengan negara lain, warganya mau tidak mau harus berusaha keras menjadi yang terbaik bahkan sedari kecil. Sifat dengki yang muncul ketika melihat teman teman yang selalu liburan  di instagram tidak muncul dari ruang kosong, kesenangan orang pada suatu kompetisi pada dasarnya adalah akibat mengalahkan sesuatu. Semua tentu tau kalah itu tidak enak. Sama halnya ketidaksukaan kita terhadap etnis Tionghoa, apalagi alasannya kalau bukan ketimpangan ekonomi antar etnis.

Tapi tetap saja dispektrum lain juga belum tentu menyenangkan. Siapa yang mau hidup di negara negara komunis seperti China era Mao Zedong dan Rusia era Stalin, atau Korea Utara saat ini.

Selain dua contoh itu banyak sekali pertentangan dalam hidup adanya tuhan, evolusi, lgbt pertumbuhan ekonomi atau ketimpangan dan lain lain.

Untungnya di umur bimbang ini saya beberapa kali diingatkan untuk terus mendekati agama. 

Agama mempunyai pandangan atas sesuatu dengan tegas. Misal Allah menciptakan adam atau Islam menentang LGBT. Agama memberikan kompas moral sehingga kita tidak bingung harua memilih apa. Tentu saja bukan berarti saya menentang teori evolusi atau ingin memukuli LGBT. Di negara kesepakatan seperti ini bukan menjadi hak saya untuk dapat mengganggu orang lain. Tapi untuk bersikap sikap saya tetap menentang produk turunannya, misal pernikahan sejenis.



Comments

Popular posts from this blog

Rekomendasi Brand Lokal Cowok

Sayur Sayuran yang Cocok untuk Berkebun di Rumah

Era Akhir Nasionalisme