Hidup di dunia penuh cobaan, berempatilah.

Saya punya keponakan, namanya Isni. Dia anak yang lincah, namun sedikit terlambat untuk bisa berbicara. Untuk ukuran anak seusianya pada saat itu (umur 3 tahun). 

Salah satu alasannya adalah kakak saya adalah kedua orang tuanya sibuk bekerja. Pada saat bekerja, mereka tidak dapat meluangkan waktunya untuk mengurus Isni. Pada saat Kakak saya bekerja, Isni dititipkan ke saya atau bapak saya.

Beruntung, pada saat berumur tiga tahun Kakak saya dapat memasukkan Isni ke paud. Dalam waktu relatif cepat, perkembangan kemampuan berbicaranya meningkat.

Saat ketika Isni sudah masuk paud adalah saat saat saya mengurus usaha laundry. Pada saat itu karyawan laundry yang harusnya bekerja disitu keluar. Karena itu mau tidak mau saya yang mejaga laundrynya.

Suatu hari ada seorang anak yang seumuran dengan keponakan saya, namanya Selfie. Dia awalnya dipanggil oleh teman saya untuk main ke laundry. Selfie adalah anak karyawan rumah makan masakan jawa yang berdiri dua kios disebelah kanan laundry. Karena orang tuanya sibuk, Selfie sering bermain sendiri, termasuk akhirnya main ke tempat kami.

Senang sekali dia waktu itu, hari hari berikutnya dia selalu datang.

Namun Selfie lama kelamaan sering sekali mengganggu. Teman saya mulai jengah. Awalnya hanya disuruh pulang dengan cara baik baik, lama lama Selfie selalu diusir. Ternyata tidak hanya kami, semua kios selalu mengusir Selfie. Bahkan sering kali dibentak. Berat sekali sepertinya kehidupan dia.

Saat ini saya sudah di kota lain. Namun karena punya keponakan seusia Selfie saya sering berfikir betapa timpangnya cobaan hidup di dunia. Saya jadi paham hikmah dari hadist yang menyebutkan orang kaya masuk surga belakangan. 

Karena jika orang cobaan orang miskin adalah kerasnya mencari rezeki. Cobaan orang kaya adalah rezeki itu sendiri. Maka dari itu seringkali dibilang ada sebagian harta orang miskin dalam setiap harta yang kita miliki. 

Comments

Popular posts from this blog

Rekomendasi Brand Lokal Cowok

Sayur Sayuran yang Cocok untuk Berkebun di Rumah

Era Akhir Nasionalisme